IBADAH QURBAN MEMBUKA PINTU KEBERKAHAN
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Disaat yang sangat berbahagia ini, kita mendapatkan kesempatan untuk menghadapkan segala kerendahan diri dan kehinaan di hadapan Dzat Yang Maha Mulia dan Perkasa. Marilah kita berusaha untuk selalu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sebagai jalan untuk meraih kesuksesan kita di dunia dan kebahgaiaan yang sempurna di akhirat.
Untuk memperingati kejadian besar dalam sejarah kemanusiaan yang tiada tandingnya, pengorbanan hidup yang dilakukan oleh manusia pilihan Allah, yaitu Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salambeserta keluarganya seakan telah menjadi pondasi bangunanyang kokoh kuat ketika Allah berkehendak menghidupkan dan membangun kota Mekkah Al-Mukarromah. Tanah yang asalnya mati dan gersang menjadi kota yang makmur penuh berkah. Tanah dimana Baitullah dibangun di muka bumi ini. Pengorbanan besar itu hari ini kita peringati, bersama-sama kaum mu’minin dan muslimin di seluruh dunia, diperingati tidak sekedar untuk mengenang saja, namun juga harus mampu kita jadikan pelajaran dan tauladan untuk menyemangati hidup kita, agar kita mendapat kekuatan batin dan jiwa untuk menempuh jalan kehidupan dengan segala tantangan yang ada di dalamnya.
Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Di dalam Al Qur’an kita akan menemukan penjelasan Allah subhanahu wa ta’alatentang manusia yang telah mendapat rekomendasi untuk di teladani. Mereka adalah nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana firman Allah menjelaskan:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS: Al Mumtahanah/60: 6).
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS: Al Ahzab/33: 21)
Allahu Akbar 3X Walillahilhamd.
Kaum Muslimin Yang Dimuliakan Allah subhanahu wa ta’ala.
Idul Adha identik dengan Idul Qurban, tapi qurban yang dimaksudkan khotib dalam khutbah kali ini bukan sekedar menyembelih hewan qurban kemudian dagingnya dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerima. Qurban yang dimaksudkan adalah melaksanakan pengurbanan hakiki, yakni mengurbankan sebagian yang kita miliki dan cintai, baik harta benda maupun penghormatan untuk dibagikan kepada orang yang lebih membutuhkan, hal itu dilakukan semata-mata untuk melaksanakan “ta’abbudan lillah”, semata-mata mengabdi kepada Allah dalam rangka memperingati dan mengenang pengurbanan besar yang dilakukan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam beserta keluarganya. Pengurbanan mana yang tidak hanya bisa dijadikan pelajaran dalam hidup saja, namun juga mampu meningkatkan taraf kehidupan kita, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Pengurbanan yang mampu mengangkat hasrat kemanusian, meningkatkan kapasitas hidup dan kemampuan pribadi, menjadi orang mulia baik dihadapan manusia maupun dihadapan Rabbul Izzah, demikian itu yang pernah dilakukan dan didapatkan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salam beserta keluarganya.
Peristiwa pengurbanan besar tersebut dimulai ketika Nabiyullah Ibrahim ‘alaihis salamdengan tulus ihlas dan ridho melaksanakan perintah Allah yang tidak logis, yakni menempatkan sebagian anggota keluarga tercinta di tanah Mekkah Al-Mukarromah yang saat itu belum berpenghuni, tanah tandus tidak berkehidupan, tidak ada air tidak ada makanan, supaya nantinya di tanah itu manusia mendirikan sholat dan beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Siti Hajar dan Isma’il, salah satu Istri dari dua istri tercinta dan satu-satunya putra yang masih dalam susuan, mereka berdua harus ditinggalkan begitu saja oleh Nabiyullah Ibrahim as di tanah yang terpencil dan terasing tersebut, berdua harus mempertahankan hidup dalam sendirian dengan bekal hidup yang pas-pasan.
Peristiwa tersebut diabadikan Allah subhanahu wa ta’ala dengan firman-Nya dalam bentuk kalimat doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam di dalam kitab suci al-Qur’an al-Karim:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tumbuhan di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS. Ibrahim : 37)
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Pengorbanan yang dimaksud secara kongkrit tergambar dalam bentuk keihlasan dalam memperjuangkan hidup dan menjalani penderitaan yang amat sangat dalam rangka mempertahankan kehidupan yang dilakukan oleh seorang ibu bersama anaknya yang masih dalam susuan, berdua dalam kesendirian ditengah luasnya padang pasir yang tidak berpenghuni. Meskipun Siti Hajar yakin Allah tidak akan menelantarkan hidupnya, namun melaksanakan keyakinan tersebut ternyata tidak segampang seperti ketika diucapkan. Sebagaimana ketika dia berkata kepada suaminya disaat detik-detik suaminya akan meninggalkan dirinya berdua : “Wahai suamiku, apakah engkau diperintah Allah dalam hal ini?”. Dalam pertanyaan yang ketiga kalinya baru Nabi Ibrahim ‘alaihis salam menjawab meski tanpa menoleh, karena takut hatinya terpengaruh sehingga berakibat buruk, berubah pendirian dan tidak mampu melaksanakan perintah tidak logis itu: “Benar wahai Istriku, aku diperintah Allah untuk melakukan ini”. Siti Hajar kemudian berkata: “Wahai suamiku, jika ini memang perintah Allah, maka lakukan saja, aku yakin Allah tidak akan menelantarkan kami berdua disini”.
Melaksanakan keyakinan hati ternyata tidak semudah seperti saat mengucapkannya di bibir. Siti Hajar berdua ternyata harus menghadapi penderitaan yang amat sangat, sampai-sampai nyawanya berdua hampir direnggut kematian. Ketika bekal makanan yang ditinggalkan suaminya sudah habis, padahal air tidak mungkin bisa didapat ditempat yang kering itu, sedangkan anak yang digendongan menangis tiada henti minta disusui, padahal air susu sudah tidak keluar lagi karena perut sudah lama tidak terisi, maka sang Ibu mencoba mencari pertolongan. Dengan sisa tenaga yang ada Siti Hajar berlari-lari kecil antara dua bukit yang ada di sekitar tempat itu, bukit Shofa dan Marwa. Dari atas dua bukit tersebut dia melihat kesana-kemari, berharap dapat menemukan manusia yang bisa memberikan pertolongan kepadanya, namun sampai 7X pulang pergi, hasilnya tetap nihil juga, Sang Ibu yang sedang kelelahan dan lemas karena kelaparan itu tidak juga menjumpai seorangpun yang bisa memberikan pertolonggan kepadanya. Peristiwa ini diabadikan Allah dengan firman-Nya:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. (QS.al-Baqarah : 158)
Pengurbanan berikutnya merupakan pengurbanan yang lebih dahsyat lagi, bahkan sama sekali tidak masuk di akal sehat. Betapa tidak, seorang ayah atas isyarat mimpi harus menyembelih satu-satunya putra tercinta. Perintah Allah tersebut berawal dari bisikan yang mengusik tidur Abal Anbiya’ Ibrahim ‘alaihis salam. Allah memberikan wahyu lewat Ru’yah Shodiqoh kepada nabi-Nya agar menyembelih putra semata wayangnya yang bernama Ismail. Ketika Ibrahim terjaga dari tidurnya, ia mengira apa yang mengganggu tidurnya hanyalah bisikan setan sebab sangat tidak mungkin Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha penyayang dan pengasih memerintahkannya untuk menyembelih putra yang telah lama dinanti-nantikannya tersebut. Namun demikian Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, mencoba merespon perintah Allah tersebut dengan akalnya, namun kemudian dia menampik perintah tersebut lantaran tidak bisa diterima logika. Akan tetapi ketika Allah kembali mengusiknya dengan mimpi yang sama sampai tiga kali. Nabi Ibrahim ‘alaihis salam Khalilullah ini mencampakkan akalnya dan menerima perintah Allah tersebut dengan hati dan imannya secara Taabbudan Lillah, yakni sebagai wujud ketundukan dan kepatuhan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Peristiwa tersebut diabadikan Allah Ta’ala dalam firman-Nya dalam bentuk dialog antara ayah dan anak:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.(QS. Ash-Shofat : 102)
Subhanallah !! Dihadapan kematian dengan pedang di tangan ayahnya sendiri seorang anak dengan tulus berkata : “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Dihadapan anak tercinta yang sedang berbaring lemas dipangkuannya dan menyiapkan lehernya untuk digorok oleh tangannya sendiri, seorang bapak mampu melakukan hal itu semata-mata karena melaksanakan perintah Allah yang hanya diterima melalui mimpi. Ya Allah !!! siapakah yang sanggup melakuan pekerjaan yang tidak logis itu selain para kekasih-Mu, selain orang-orang yang matahatinya cemerlang karena telah diterangi nur ma’rifat kepada-Mu sehingga mampu menerima perintah dengan cara tidak logis dan sekaligus melaksanakannya meski harus melakukan pekerjaan yang tidak logis pula, maka pantas mereka berdua kemudian mendapatkan penghormatan abadi dan ridho-Mu, bahkan menjadi lambang pengorbanan dan perjuangan hidup sepanjang zaman.
Sehingga dikala dengan sabar dan penuh keikhlasan Nabi Ibrahim ‘alaihis salammenjalankan perintah Allah tersebut, Allah bangga kepadanya. Sedetik sebelum mata pedang yang sudah diasah tajam itu menyentuh leher anak yang sudah terpejam matanya, dengan kuasa-Nya Allah subhanahu wa ta’ala mengganti tubuh anak tersebut dengan seekor kambing kibas dari surga. Sebuah indikasi dan pelajaran yang amat berharga bahwa apabila orang bisa bersabar dalam menghadapi ujian dan musibah dan ridho serta ikhlas dalam menjalaninya, meski nyawa taruhannya, maka bukan saja akan mendapat pahala, namun juga Allah akan memberikan ganti yang lebih baik dan sempurna. Bahkan tidak hanya itu saja, pengurbanan besar yang dilakukan dua manusia mulia tersebut ternyata tidak sia sia, tidak hilang begitu saja ditelan zaman, namun terbukti telah menjadi pondasi yang kokoh kuat atas bangunan kota Mekkah al-Mukarromah dan keberkahan Allah yang dicurahkan di atasnya sampai saat sekarang.
Disamping hal penting tersebut, Ibadah qurban juga mengandung pesan kepada kita agar memiliki jiwa sosial dan peka terhadap penderitaan sesama serta pembangunan mental spiritual yang tangguh. Ungkapan rasa syukur atas segala anugerah yang diwujudkan dengan menasarufkan sebagian harta yang kita miliki dengan membeli dan menyembelih hewan qurban serta pendistribusian dagingnya kepada kalangan fuqoro wal masaakin agar di hari raya ini mereka dapat menikmati kegembiraan yang sama, disamping merupakan simbol agar kita mau berbagi kepada sesama serta ikut meringankan beban hidup orang lain yang bisa membangun kekuatan persaudaraan antara sesama umat, juga menguatkan jiwa kita secara pripadi dalam menghadapi tantangan dan kompetisi hidup yang rasanya seakan tidak berkesudahan, terlebih apabila hal yang sangat positif tersebut tidak hanya bisa dilakukan pada hari-hari tertentu saja, seperti hari Idul Adha sekarang ini, tetapi juga setiap saat dan kesempatan yang ada, saat kita diberi kemampuan dan kelebihan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Ada bebarapa keteladan nabi Ibrahim yang patut kita contoh, diantaranya:
1. Keteladanan dalam aqidah.
1. Keteladanan dalam aqidah.
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam memiliki aqidah yang benar dan lurus, tidak bengkok mengikuti syahwat atau melengkung mengikuti nafsu. Tidak terjerumus kepada syirik, tidak menyembah bintang, bulan, matahari, pohon maupun berhala.
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif[*]. dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),” (QS: An Nahl / 16 : 120)
[*] Hanif Maksudnya: seorang yang selalu berpegang kepada kebenaran dan tak pernah meninggalkannya.
“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepada-Nya. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”(QS: Al ‘Ankabut / 29 : 16).
Ayat di atas menegaskan keyakinan dan aqidah yang dimiliki nabi Ibrahim ‘alaihis salam, yaitu hanya menyembah kepada Allah saja, dan sikapnya tersebut diekspresikan dengan dakwah, mengajak kaummya untuk menyembah Allah dan bertaqwa kepada-Nya. Dan perlu diketahui juga bahwa nabi Ibrahim as bukan orang Yahudi, bukan orang Nasrani dan bukan pula orang musyrik, tetapi beliau adalah seorang muslim yang telah totalitas berserah diri kepada Allah.
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS: Ali Imran / 3 : 67)
“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”. (131). Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (132). Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.(133). (QS: Al Baqarah / 2 : 131-133).
2. Keteladanan dalam taat kepada Allah.
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam telah memberikan contoh dan teladan yang baik dalam ketaatan kepada Allah, dia melaksanakan perintah Allah dengan ikhlas, sepenuh hati dikerjakan, hanya mengharap ridha Allah.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim ‘alaihis salam, beliau berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.(102). tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).(103). dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,(104). Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(105). Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.(106). dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.(107). “(QS: As Shaaffat /37 : 102 – 107)
Dari ayat di atas, kita mendapat penjelasan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihis salammelaksanakan perintah Allah dengan baik, walaupun harus meyembelih anaknya sendiri.
Memang dalam kondisi semacam itu akan berat menerimanya, pilihan yang sulit, betapa tidak, sudah lama mengidam-idamkan anak, menunggu bertahun-tahun, bahkan berpuluh tahun, ketika sudah di dapat apa yang diharap, diperoleh apa yang diinginkan, seorang anak yang baik rupanya, sempurna akhlaknya, Ismail namanya, lantas ada perintah untuk menyembelih anak yang telah menjadi buah hati, penyejuk mata, sungguh berat ujian tersebut.
Tetapi, nabi Ibrahim ‘alaihis salam dapat melalui ujian yang berat tersebut, karena dia tahu tentang skala prioritas dalam hidup ini, yaitu mengabdi kepada Allah, mendahulukan perintah Allah dari yang lainnya.
3. Keteladanan dalam membina keluarga.
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam telah memberikan keteladanan yang baik terkait dengan kehidupan berumah tangga, dalam membina keluarga sakinah mawaddah warahmah. Dia mampu mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak yang shaleh, berbakti kepada kedua orang tua dan taat kepada Allah.
Ismail dan Ishaq adalah anak nabi Ibrahim ‘alaihis salam, mereka adalah nabi. Cucu nabi Ibrahim juga ada yang menjadi nabi, namanya Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim, cicitnya juga ada yang menjadi nabi, namanya Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim. Bahkan keturunan nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang bernama Muhammad bin Abdullah juga seorang nabi dan rasulullah, bahkan menjadi nabi dan rasul yang terakhir, tidak ada lagi nanti dan rasul sesudahnya, sehingga nabi Ibrahim mendapat gelar Abul Anbiya’ (bapak para nabi).
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam senantiasa mengedepankan dialog dan musyawarah dalam mengambil keputusan, tegas dalam kebenaran, menghargai pendapat orang lain walaupun itu dari anak kecil.
Dalam kisah pada ayat di atas (QS: As Shaaffat /37 : 102 – 107), Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, walaupun sudah tua, sudah berumur, kaya pengalaman, bak pepatah mengatakan sudah banyak makan asam dan garam, akan tetapi tidak sombong, tidak angkuh, tidak otoriter, tidak ingin menang sendiri, tidak memaksakan kehendak. Beliau masih minta pendapat orang lain, walaupun pendapat itu berasal dari seorang anak. Pendapat anak tersebut dia hargai bahkan dia laksanakan dengan sepenuh hati.
Begitu pula anaknya, bukanlah tipe anak yang cengeng, tidak penakut, berani menyampaikan pendapat, dan taat kepada Tuhan Yang Maha Agung, Allah subhanahu wa ta’ala.
Ketika nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan anaknya telah berserah diri dan sabar atas perintah Allah, maka Allah tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Peristiwa ini kemudian dilanjutkan oleh generasi sesudahnya hingga generasi sekarang dengan prosesi penyembelihan hewan qurban, tanggal 10 Dzulhijjah dan dilanjutkan pada hari tasyrik.
Rasulullah melaksanakan sholat ‘Idul Adha yang pertama pada tahun kedua Hijryah dengan menyembelih hewan qurban, untuk melestarikan tradisi yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Karena perbuatan yang paling disukai Allah pada hari Nahr adalah qurban, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّخْرِ عَمَلًا اَحَبَّ اِلَى اللهِ تَعَالَى مِنْ اِرَاقَةِ الدَّمِ. الحديث (رواه الحاكم وابن ماجه والترمدى)
Dari Aisyah radhiyallahu’anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Tidak ada suatu amalan yang paling dicintai Allah dari Bani Adam ketika hari Raya Idul Adha dari pada mengalirkan darah (menyembelih hewan qurban).”(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim).
Anas Radhiyallahu’anhu bekata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Pada setiap bulu yang menempel di kulitnya terdapat kebajikan.”(HR. Ahmad bin Hanbal dalam musnadnya)
Adapun keutamaan-keutamaan menyembelih hewan qurban, Rasulullah telah menjanjikan bahwa keutamaan menyembelih hewan qurban ialah “BIKULI SYA’ROTIN HASANATAN” bahwa dari setiap helai bulu binatang qurban yang disembelih akan mendapat pahala satu kebaikan. Kemudian dalam hadis lain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda:
مَنْ ضَحَى طَيِّبَةً بِهَا نَفْسَهُ مُحْتَسِبًا اَجْرَهَا عَلَى اللهِ كَانَتْ لَهُ حِجَابًا مِنَ النَّارِ
Artinya: “Barang siapa yang menyembelih qurban dengan baik dan rela hatinya mengharap pahala dari Allah , maka qurbanya akan menjadi penutup baginya dari api neraka”.
Dalam hadis lain juga disebutkan yang artinya: “Agungkanlah dan mulikanlah hewan qurbanmu sekalian, karena itu akan menjadi kendaraanmu di atas Shiroth dan ingatlah bahwa sesungguhnya qurban itu bagian dari amal yang bisa menyelamatkan pelakunya dari kejelekan hidup di dunia maupun di akhirat” sehingga Rasulullah mewajibkan dirinya sendiri untuk berqurban lewat sabdanya:
ثَلاَثَةٌ هُنَّ عَلَيَّ فَرَائِضٌ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّعٌ, اَلْوِتْرُ وَالنَّخْرُ وَصَلاَةُ الضُّحَى. (رواه احمد فى مسنده)
Artinya: “Ada tiga hal yang bagiku (Nabi) adalah fardu dan bagi kamu sekalian adalah sunat (mu’akad), yaitu: sholat witir, Nahr (berqurban) dan sholat Duha”
Sekalipun Rasulullah sudah pernah melaksanakan qurban, namun selalu selalu menganjurkan qurban tiap tahunnya:
يَااَيُّهَاالنَّاسُ, عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِى كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ – (رواه احمد وابن ماجه والترمدى)
Artinya: “Wahai sekalian manusia: Upayakan bagi setiap-setiap rumah dalam setiap tahun ada yang berqurban”
Bahkan beliau pada saat haji pernah berqurban 100 ekor unta, 60 ekor unta disembelih nabi sendiri, sedangkan sisanya diserahkan kepada sahabat Ali agar disembelih. Menurut pandangan madzhab Syafi’iyah bahwa tidak disunatkan qurban bagi anak-anak, begitu pula qurban untuk orang lain tanpa seizin yang bersangkutan serta bagi mayit kalau tidak ada wasiat qurban.
Karena keteladanan, jasa dan kebaikan nabi Ibrahim ‘alaihis salam kepada umat manusia, maka kaum muslimin diserukan untuk mengingat dan mengenangnya dengan cara bershalawat kepadanya. Shalawat terbaik adalah shalawat yang telah diajarkan sendiri oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya.
Terdapat dalam shahihain, dari Ka’b bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui kami, lalu kami berkata: “Ya Rasulullah, kami telah mengetahui bagaimana kami memberi salam kepadamu, maka bagaimana kami bershalawat atasmu?” Beliau menjawab : “Ucapkanlah:nAllahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shallaita ‘alaa Ibrahiim wa ‘alaa aali ibrahiim, innaka hamiidun majiid. Allahumma baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarakta ‘alaa Ibrahiim wa ‘alaa aali Ibrahiim, innaka hamiidun majiid.
Artinya: Ya Allah sampaikanlah shalawat atas Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah sampaikan shalawat atas Ibrahim dan keluarga-Nya. Sesungguhnya Engkau Dzat Maha Terpuji lagi Maha Agung. Ya Allah, berikan keberkahan kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah berkahi Ibrahim dan keluarganya. sesungguhnya Engkau Dzat Maha Terpuji lagi Maha Agung.”.(HR. Bukhari dan Muslim).
Untuk menyempurnakan ibadah kita, izinkan saya mengingatkan beberapa hal yang terkait dengan ibadah qurban, yaitu:
1. SATU BINATANG BISA UNTUK SATU KELUARGA. Dikatakan oleh ‘Atha bin Yasar; aku bertanya kepada Ayyub Al Anshari: “Bagaimana hewan-hewan qurban dimasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ?” Dia menjawab; “Adalah seorang pria berqurban untuk dirinya dan keluarganya” (Riwayat Tirmidzi (1565), dengan sanad hasan)
1. SATU BINATANG BISA UNTUK SATU KELUARGA. Dikatakan oleh ‘Atha bin Yasar; aku bertanya kepada Ayyub Al Anshari: “Bagaimana hewan-hewan qurban dimasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ?” Dia menjawab; “Adalah seorang pria berqurban untuk dirinya dan keluarganya” (Riwayat Tirmidzi (1565), dengan sanad hasan)
2. BAGI YANG HENDAK BERQURBAN DILARANGAN MEMOTONG KUKU, RAMBUT, DAN KULIT. Hal ini berdasar hadits Ummu Salamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah (dalam lafadz lain: telah tiba sepuluh awal Dzulhijah) dan salah satu kalian ingin berqurban, maka hendaklah ia biarkan rambut dan kukunya” (Riwayat Muslim dan Ahmad). Dalam lafadz lain: “Maka janganlah ia mengambil rambut dan kulitnya sedikitpun”.
3. MEMBERI TANDA HEWAN QURBAN. Hal ini dinyatakan dalam sebuah hadits: “Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Shalat Dzuhur di Dzil Hulaifah, kemudian beliau minta dibawakan ontanya (yang akan diqurbankan. Pen.), lalu diberinya tanda pada bagian punuknya yang sebelah kanan dan ia keluarkan darah darinya dan dikalunginya dengan dua terompah (sandal), kemudian beliau naik ke kendaraannya. Maka tatkala kendaraan yang membawa Nabi telah sampai di Baida’ Nabi Ihram untuk haji” (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu dawud, dan Nasa’i).
4. MENAIKI HEWAN KURBAN. Hal ini berdasarkan sebuah hadits: “Rasulullah melihat seorang laki-laki menuntun badanah-nya (onta untuk qurban). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tunggangilah”. Laki-laki itu berkata; “Ini adalah badanah.”Nabi bersabda; “Tunggangilah.” Laki-laki itu berkata; “Ini adalah Badanah.” Dan pada kedua atau ketiga kalinya Nabi menambahkan, “Tunggangilah, celaka kamu”. (Riwayat Bukhari, dari Abu Hurairah )
Dalam hadits lain dinyatakan: “Dan dari Ali , sesungguhnya ia pernah ditanya tentang (hukum) seseorang yang menaiki binatang qurban? Maka ia menjawab: “Tidak mengapa, sebab Nabi pernah berjalan bersama orang-orang yang berjalan kaki lalu menyuruh mereka supaya menaiki hewan qurbannya.” Ali berkata pula: “Tidak ada sunnah yang paling baik yang patut kamu ikuti selain sunnah Nabimu “(Riwayat Ahmad)
5. YANG BERQURBAN MENYEMBELIHNYA SENDIRI. Adalah lebih utama bagi orang yang berqurban untuk menyembelihnya sendiri dan tidak mewakilkannya. Meskipun kita juga dibolehkan untuk mewakilkannya. Bila kita mewakilkannya maka kita tidak boleh mengupahnya dari hewan qurban tersebut, tetapi harus kita beri upah sendiri. Hal ini berdasarkan sebuah hadits: “Dari Ali: Nabi memerintahkan aku untuk mengawasi (penyembelihan) Budn (Hewan qurban) dan tidak memberikan apapun kepada tukang jagal (sebagai upah menyembelih)” (Riwayat Bukhari). Pada riwayat yang lain disebutkan, Ali berkata: “Rasulullah memerintahkanku, agar aku mengurusi onta-onta qurban beliau, menshadaqahkan dagingnya, kulitnya, dan jilalnya. Dan agar aku tidak memberikan sesuatupun (dari qurban itu) kepada tukang jagalnya. Dan beliau bersabda: “Kami akan memberikan (upah) kepada tukang jagalnya dari kami” (Riwayat Muslim)
6. MAKAN BERSAMA. Hal ini berdasarkan sebuah hadits Jabir tentang sifat hajinya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (dikatakan): “Kemudian Nabi pergi ke tempat penyembelihan, lalu beliau menyembelih 63 badanah (onta/sapi) yang dilakukannya sendiri, kemudian ia menyerahkan sisanya kepada Ali untuk disembelih. Dan beliau bersekutu dalam qurban itu, kemudian beliau menyuruh dari masing-masing binatang kurban itu untuk diambil dagingnya lalu dimasukan di periuk dan dimasaknya, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Ali makan (bersama) daging tersebut dan meminum kuahnya” (HR. Muslim dan Ahmad)
7. LARANGAN MENJUAL SESUATU DARI HEWAN KURBAN. “Dari Ali, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar dia mengurusi budn (benatangqurban) beliau, membagi semuanya, dagingnya, kulitnya, dan jilalnya (kepada orang-orang miskin). Dan dia tidak boleh memberikan satupun (dari qurban itu) kepada penjagalnya (HR. Bukhari, (Muslim))
Adapun hikmah disyariatkanya qurban antara lain adalah sebagai berikut:
1. Menghidupkan warisan Kholilulloh Ibrahim ‘alaihis salam
2. Untuk mensyukuri atas nimat Allah dan karunianya yang teramat banyak serta mensyukuri atas keberadaan manusia yang terus berkembang dari tahun ketahun
3. Untuk melebur kejelekan-kejeleken si qurban, yakni kejelekan yang berupa menyalahi aturan maupun kurang mematuhi beberapa printah Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga dapat ampunan dari-Nya
4. Memberi kejembaran keluarga dan tetangga serta yang lainya agar ikut senang dengan adanya qurban dan lain sebagainya.
Karena qurban merupakan ibadah sosial yang sangat mulia, maka perhatikanlah kaifiyah atau tata caranya dengan benar dan teliti. Misalnya:
1. Pada saat menyembelih hewan qurban, ia berkata dengan kalimat ”Hewan ini insya Allah untuk qurban” maka hal tersebut dihukumi qurban sunat, namun apabila ia berkata ” hewan ini untuk qurban” maka dihukumi qurban wajib sama dengan nadzar.
2. Hewan qurban harus benar-benar sehat dan senpurna, maka tidak sah apabila hewan qurban itu buta, pincang, sakit parah dan sangat kurus.
3. Waktu penyembelihan qurban dimulai sejak selesainya sholat ’id sampai hari tasyrik yang terakhir yakni tanggal 13 dzul hijjah dan hindarilah menyembelih pada malam hari karena makruh, seperti yang diriwayatkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
إنَّهُ نَهَى عَنِ الذَبْحِ (اخرجه الطبرنى)
Yang lebih utama bagi pria yang terampil menyembelih qurban sendiri, bagi wanita diwakilkan kepada seorang muslim, dan pada saat penyembelihan sebaiknya hadir dan menyaksikan, sambil berdoa
اَللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي للهِ رَبِّ الْعَالمَيْنَ, لَاشَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ اُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Sedangkan yang menyembelih menghadap hewan qurban kearah qiblat sambil berdoa sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
وَجَهْتُ وَجْهِي لِلِّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْاَرْضِ حَنِيْفًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ اِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ, لَاشَريْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ اُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ, بِسْمِ اللهِ واللهُ اَكْبَرُ اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَاِلَيْكَ.
Sembelihlah hewan qurban itu di komplek tempat sholat ’id
لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَذْبَحُ وَيَنْحَرُ بِالْمُصَلَّى (وَهُوَ مَكَانُ صَلاَةِ اْلعِيْدِ) رواه البخاري
Apabila qurban wajib/nadzar maka bagikanlah seluruh daging qurban termasuk kulitnya kepada yang berhak menerimanya, si qurban sekeluarga/ serumah tidak boleh makan daging tersebut. Namun apabila qurban sunat, si qurban disunatkan untuk makan sebagian dari qurbanya dengan tujuan untuk memperoleh barokahnya.
Terkait dengan kulitnya, apabila qurban wajib/nadzar maka wajib dishodaqohkan seluruhnya, dan apabila qurban sunat, maka kulitnya bisa dimanfaatkan untuk tabir dinding, atau lapak atau lemek dan lain sebagainya, akan tetapi yang lebioh utama dishodaqohkan semuaya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan untuk membagikan kulit qurban dan melarang untuk menjualnya, lewat sabdanya:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَتِةِ فَلاَ أُضْحِيَةَ لَهُ. رواه الحاكم
Artinya: “barang siapa menjual kulit qurbanya maka tidak ada qurban”.
Disebutkan dalam hadis nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abi Sa’id sebagai berikut:
وَلَا تَبِيْعُوْا لحُوُمَ اْلهَدْيِ وَاْلأُضَاحِي
Artinya: “janganlah kalian menjual daging hadiah dan daging qurban”.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Demikian mudah-mudahan yang menjadi panitia qurban atau yang diberi amanat untuk mengurusi qurban bisa melaksanakan dengan baik dan benar, begitu pula bagi peserta qurban, semoga ikhlas, hanya mencari ridlo Allah subhanahu wa ta’ala, mendapat balasan rizki yang lebih banyak lagi berkah, anak yang sholih/sholihah, terhindar dari bilahi dan musibah, sehingga meningkat iman dan ketakwanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, amin ya robal alamin.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ – لَنْ يَنَالُ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلَادِمَآؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَكُمْ وَبَشِّرِ اْلمُحْسِنِيْنَ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَِّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
اَللهُ أَكْبَرُ- اَللهُ أَكْبَرُ- اَللهُ أَكْبَرُ- اَللهُ أَكْبَرُ- اَللهُ أَكْبَرُ- اَللهُ أَكْبَر.اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَالللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ. اْلحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَ اْلأَعْيَادَ بِالْاَفْرَحِ وَالدُّرُوْرِ, وَضَاعَفَ لِلْمُتَّقِيْنَ جَزِيلَ اْلأُجُوْرِ, وَكَمَّلَ الضِّيَافَةَ فِيْ يَوْمِ اْلعِيْدِ لِعُمُوْمِ اْلمُؤْمِنِيْنَ بِسَعْيِهِمُ اْلمَشْكُوْرِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ العفو الغفور, وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ نَالَ مِنْ رَبِّهِ مَالَمْ يَنَلْهُ مَالِكٌ مُقَرَّبٌ وَلاَرَسُوْلٌ مُطَهَّرٌ مَبْرُوْرٌ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍالنبي الأمي وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ كَانُوْا يَرْجُوْنَ تِجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا. اَمَّا بَعْدُ
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ, وَاعْلَمُوْا ياَاِخْوَانِيْ رَحمَِكُمُ اللهُ اِنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ يَتَجَلىَ الله ُفِيْهِ عَلَى عِبَادِهِ مِنْ كُلِّ مُقِيْمٍ وَمُسَافِرٍ فَيُبَاهِيْ لَكُمْ مَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ اِبْرَاهِيْمَ وَبَرِكْ عَلَى ِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ كَمَا بَرَكْتَ عَلَى سَيِّدِناَ اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ اِبْرَاهِيْمَ فِي اْلعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ, اَللَّهُمَّ ارْضَ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلْاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ واعل جهادهم بالنصرالمبينَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَدَمِّرْ اَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ اكْفِنَا شَرَّ الظَّالِمِيْنَ وَاكْفِنَا شَرَّ مَنْ يُؤْذِناَ بِجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ اِسْتَجِبَ دُعَائَنَا يَارَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ اكْسِفْ عَنَّا اْلبَلاَءَوَاْلغَلاَء َ وَاْلوَبَاءَ وَفَحْشَاءَ وَاْلمُنْكَرِ وَالْبَغْيَ وَالشَّدَائِدَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقْيْمَ الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَتِيْ رَبَّنَا وَتَقَبَلْ دُعَاءِ, رَبَّنَا اغْفِرْلِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ, رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلاَدًا اَمِنَا وَرْزُقْ اَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ اَمَنَ مِنْهُمْ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِ, رَبَّنَا تَقَبَلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ, رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَاتِناَ قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَاْجَعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامَا. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته ……
Title : 69. KHUTBAH SHALAT IEDUL ADHA 1433 H
Description : IBADAH QURBAN MEMBUKA PINTU KEBERKAHAN الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر لاَ إِلَه...
Description : IBADAH QURBAN MEMBUKA PINTU KEBERKAHAN الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر لاَ إِلَه...
0 Response to "69. KHUTBAH SHALAT IEDUL ADHA 1433 H"
Posting Komentar